Kamis, 27 September 2012

KEDELAI DIKALA SEDANG PANEN

Turunnya harga kedelai di Sukabumi, dari Rp 8.000,-per kilogram menjadi Rp7.500 per kg, disambut baik oleh para pengusaha dan perajin tahu tempe. Karena tingginya harga sangat berpengaruh terhadap produksi mereka.

Sementara, Ketua Forum Masyarakat Pengrajin Tahu dan Tempe Sukabumi, Dadang mengatakan, walaupun ada penurunan harga, tetapi harga kedelai masih cukup tinggi. Karena, harga normal untuk kedelai berkisar Rp6.500 per kg sampai Rp7 ribu per kg.

"Kami berharap harga kedelai masih bisa turun, sehingga tidak memberatkan para pengrajin tahu tempe di Sukabumi. Dan kami pun ber harap, Sukabumi bisa mengembangkan produksi kedelai lokal. (Demikian yang kami kutip dari lansiran ke email saya).

Akan tetapi tidak demikian yang terjadi di wilayah Madiun, pengrajin tempe meskipun modal rendah yang lebih menyukai kedelai impor walaupun harganya Rp 7.900,-/kg mengatakan bahwa dengan kedelai impor ini jadinya lebih babar (efisien). Dan menurut pengrajin tempe ini kedelai lokal yang harganya berkisar Rp 6.200,- s/d Rp 6.400,- kurang disukai dengan alasan tidak babar (tidak efisien).

Petani kedelai di sekitar madiun akhirnya menjual hasil panennya ke gudang-gudang pengepul dengan harga Rp 6.500,- franco gudang. Yang menjadi pertanyaan sekarang mengapa kedelai impor lebih dihargai dibanding kedelai lokal hasil karya petani  kita?. Dimana peran pemerintah untuk membantu mensejahterakan petani kedelai?, bagi saya yang mengamati juga tidak salah kalau mencurigai adanya oplosan kedelai lokal yang bagus/bijinya besar-besar sehingga para pedagang besar bisa mengambil keuntungan lebih tinggi.

Banyak pula petani yang hanya melepas sebagian kecil kedelai hasil panennya di bulan September 2012 ini dan sebagian lagi disimpan dengan dalih menunggu membaiknya harga. Menurut salah seorang petani, kedelai yang menahan/menyimpan saat ini, kedelainya akan dijual pada saat musim hujan untuk biaya pemupukan padi.
Demikian berita singkat seputar kedelai dimasa panen di bulan September 2012 ini.

Jumat, 21 September 2012

BERAPA HARGA POKOK PRODUKSI KEDELAI PETANI?

Rencana pemerintah untuk melakukan revitalisasi peran Bulog sebagai pengendali tiga komoditas pangan utama yakni beras, gula, dan kedelai bakal berjalan tanpa ada instrumen harga pembelian  pemerintah (HPP) kedelai. Padahal, beras dan gula memiliki instrumen HPP untuk melindungi harga di tingkat petani.

"Prinsip dasarnya adalah perlindungan harga terhadap petani itu akan dilakukan. Itu prinsip dasarnya. Nah soal instrumennya kan bisa macam-macam. Bisa instrumen bea masuk ditingkatkan. Karena dulu kita punya pengalaman tidak dengan HPP tapi dengan bea masuk 30%. Itu kan bisa," ungkap Menteri Pertanian Suswono seusai Diskusi Prospek Pengembangan Kedelai untuk Mencapai Swasembada Tahun 2014,di Jakarta, Rabu (5/9). 


 Rencana itu tentu patut diapresiasi, namun perlu diperhatikan realisasi di lapangan dalam hal pemberdayaan petani mulai dari penguasaan budi daya kedelai itu sampai jaminan harga di tingkat petani yang memberikan keuntungan wajar, dalam arti petani tidak putus asa untuk menanam kedelai lagi di musim tahun berikutnya.

Jika saat ini kualitas kedelai yang dimiliki para petani cukup bagus tetapi harga masih ditentukan oleh para pemodal yang menyusup ke desa-desa dan lepas dari pengawasan yang berwenang mengawasi makan petani terpaksa melepas dengan harga dengan keuntungan sangat marginal karena kepepet untuk memenuhi kebutuhan hidup yang terus menghimpitnya.

Meskipun Suswono menyatakan, saat ini harga kedelai di tingkat petani memang sedang bagus yakni Rp 7.000 per kilogram. Namun, sambungnya, ketika harga turun, Bulog wajib membeli kedelai dengan harga yang menguntungkan petani. Namun realita yang terjadi di tingkat petani saat panen raya sekarang ini jauh dari harga yang disebutkan menteri pertanian itu.

Ini berarti apapun komoditasnya, keuntungan produsen selalu lebih kecil dibanding dengan keuntungan tengkulak atau pedang. Dari segi waktu pedagang hanya dalam tempu 2 hari sampai seminggu sudah bisa meraih keuntungan Rp 500-Rp 1000,- per kilogram kedelai, sementara petani untuk meraih keuntungan sekitar Rp 700,- per kilogram harus menunggu 3 bulan.

Bank pelaksana KKP-E ternyata juga di belenggu dengan ribetnya peraturan, dan pengajuan KKP-E harus dikemas dalam kelompok yang dirasakan tidak mudah bagi petani-petani kecil. Dengan demikian petani masih banyak yang di setir dengan pemilik modal mudal dipenuhi bibit dan biayanya kemudian hasil panennya dibeli oleh pemodal itu dengan harga yang dikendalikan oleh pemodal itu.

Dengan demikian diperlukan penetapan HPP kedelai agar petani tidak merugi, kebetulan saja tahun 2012 ini musin untuk tanam kedelai sangat mendukung, akan tetapi belum tentu seperti sekarang ini untuk  musim tanam kedelai tahun 2013. Disamping itu perlu diciptakan bagaimana supaya petani menjadi endependent dan harga betul-betul tercipta karena mekanisme pasar bukan ditentukan oleh penguasa pasar, kasihan para petani kecil.





Selasa, 18 September 2012

SEKILAS TENTANG GULA PASIR LOKAL
Pabrik gula di Indonesia sudah ada sejak jaman penjajahan belanda, dan masih banyak yang beroperasi hingga saat ini. Pabrik gula yang dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara dan PT Rajawali Grup serta beberapa perusahaan swasta di Indonesia hingga saat ini baru bisa memenuhi kebutuhan konsumsi gula penduduk Indonesia sekitar 60% dan kekurangannya masih dipenuhi dengan gula impor.
Dengan adanya gula impor ini sering kali menggangu stabilitas harga yang berdampak kepada menurunnya  pendapatan petani tebu. Dengan adanya berbagai perubahan termasuk perubahan tataniaga gula dan pelepasan gula dari Bulog ke pasar bebas maka rumusan harga gula yang semula sebesar 2,4 x harga gabah kering giling menjadi tidak sesuai lagi.
Kondisi harga gula saat ini telah berfluktuasi akibat pasokan gula impor yang terkadang kurang terkendali, sehingga ada kalanya harga gula di bawah harga beras perkilogramnya. Kondisi demikian ini akan membingungkan petani, jika tetap bertahan pada komoditas tebu tentu ada kekawatiran kerugian usaha dan jika beralih kepada padi setali tiga uang nanti juga akan mengalami penurunan harga beras karena adanya volume panen yang besar saat panen raya.
Harga eceeran gula pasir lokal pada bulan Januari 2012 berkisar Rp 12.000,- terus mengalami kenaikan hingga rata-rata Rp 13.000,- pada bulan Juli dan menurun sekitar Rp 11.100,- di bulan Agustus 2012. Namun tidak demikian harga gula di tingkat produsen (PG dan Petani) yaitu pada lelang pada bulan Mei adalah Rp 11.400,- dan terus menalami penurunan hingga pada bulan Agustus adalah berkisar Rp 9.800,-.
Diperkirakan harga lelang ini masih akan mengalami penurunan yang diakibatkan adanya pasokan gula kristal putih impor. Hal ini jelas akan berdampak kepada aktivitas bisnis produsen dan petani tebu yang menurut Asosiasi Petani Tebu Rakyat bahwa harga yang terjadi pada saat ini tidak menguntungkan bagi petani tebu maupun pabrik gula.
Oleh karena itu produsen gula lebih memilih menjual gulanya dalam volume yang lebih kecil karena jika melepas gula dalam jumlah besar maka harga akan semakin merosot dengan demikian akan menurunkan pendapatan produsen untuk biaya operasionalnya.
Harga gula yang rendah di satu sisi baik untuk konsumen karena meringankan beban finansial mereka, akan tetapi di sisi lain produsen tidak mendapatkan keuntungan untuk mempertahankan usahanya karena tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah. Oleh karena itu harga gula pasir murah maupun harga mahal bagi pemerintah merupakan kondisi yang harus disikapi dengan bijak agar konsumen tidak terlalu terbebani dengan mahalnya harga gula dan produsen juga dapat meraih keuntungan yang wajar untuk kesinambungan usahanya. Semoga segera terjadi equilibrium market dalam waktu dekat ini.